Senin, 01 Februari 2016

Al Islamu Mahjuubun Bil Islami




Al Islamu Mahjuubun Bil Islami [1]
(Oleh :  Muhammad Lukman)
1.      Muqaddimah
Berawal dari kisah seorang pembaharu Islam kelahiran Mesir pada 1849, yaitu Muhammad Abduh, saat beliau berdakwah di tengah kota Paris. Waktu itu begitu terkesimanya penduduk Paris terhadap beliau dan Islam Yang dibawanya. Islam yang menghargai sesama, Islam yang mencintai kebersihan, Islam yang tiada kekerasan, dan seabrek pujian  tentang Islam yang memang begitulah adanya.
Kemudian dengan keikhlasan beliau dalam berdakwah masyarakan Kota Prancis berduyun-duyun masuk Islam, ide pembaharuan yang beliau cetuskan sangat sinkron dengan kondisi masyarakat modern pada waktu itu, terlebih pada masa itu Prancis sedang mengalami gejolak politik, dimana pertentangan terhadap Islam sangat gencar, yang terbukti dengan diterbitkanya drama Anti Islam yang berjudul  Muhammed (Muhammad).  Namun atas desakan dan pertentangan dari Khilafah Turky Utsmani kepada Perdana Menteri Prancis Charles de Freycinet drama tersebut akhirnya dilarang tampil [2].
Dari sini kemudian masyarakat Prancis terutana di kota Paris merasa penasaran terhadap ajaran Islam sehingga kedatangan Muhammad Abduh di negeri itu merupakan cahaya pencerah bagi masyarakat Paris, terlebih beliau mempika lebar pintu Ijtihad yang menurut beliau dengan membuka pintu ijtihad akan memberi semangat dinamis terhadap perkembangan Islam dalam seluruh aspeknya.
Lama dakwah di prancis Muhammad abduh kemudian menerbitkan majalah ‘ Al urwah Al wusqa”  untuk menyadarkan dan menggerakan kaum muslimin di seluruh dunia. Di Paris muhammad Abduh menjelaskan segala keluhuran dan dan kemuliaan ajaran Islam di tanganya tidak sedikit orang perancis yang masuk Islam, mereka masuk karena melihat keluhuran dan keindahan ajaran Islam.
Hingga satu hari Syeh meninggalkan perancis untuk kembali mengajar di Al Azhar Mesir. Setelah sekian lama ditinggal sang Syeh, masyarakat perancis kemudian merasa sangat rindu terhadap sosok guru yang berwibawa tersebut. Ada diantara mereka yang nekat untuk menemui sang guru menuju Mesir, mereka melakukam perjalanan darat, lalu perjalanan laut menyeberangi laut Mediterania. Karena selain ingin berjumpa dengan Syaikh muhammad Abduh mereka juga berharap menemukan saudara seiman dengan kualitas hidup yang indah dalam peradaban yang indah pula.
Mereka membayangkan di Mesir Tempat sang guru lahir dan dibesarkan, tempat Al Azhar berdiri dan ribuan ulama dari waktu ke waktu menebar ilmu dan berdakwah pastilah sebuah negeri yang sangat Islami dan indah, kebersihan pasti sangat terjaga melebihi Paris sebab orang mesih sangat hafal dengan Hadits “Ath thahuru syattrul iman”  kebersihan itu separuh dari iman. Pastilah tidak ada orang miskin sebab semua menunaian zakat, dan gambaran-gambaran lainya yang terbayang indah, dan keindahan itu muncul begitu saja karena penjelasan Syaikh muhammad Abduh tentang kesempurnaan ajaran Islam.
Tatkala kapal yang mereka tumpangi merapat ke pelabuhan Port Said, dan para penumpangpun satu persatu turun, begitu juga dengan murid-murid Syaikh muhammad Abduh. Tetapi sunguh mereka terkejut ketika turun dari kapal dan menyaksikan pelabuhan port Said yang begitu semrawut, orang-orang Mesir yang tidak tertib, kata-katanya yang keras dan kasar, dan kebersihan yang tidak pula dijaga serta pengemis ada dimana-mana.
Mereka mencoba menghibur diri, karena sebuah kota pelabuhan bisa dimaklumi dengan kndisi seperti itu. Mereka lalu melanjutkan perjalanan menuju Kairo, sampai di kairo mereka begitu kaget dan kecewa, gambaran peradaban Islam nan indah seperti yang diceritakan syaikh ternyata tidak mereka jumpai. Mereka kecewa tidak jauh dari masjid Al Azhar mereka menjumpai seorang laki-laki berjubah yang kencing sambil berdiri menghadap ketembok. “Mana adab-adab islami yang indah itu? Bukankan buang air kecil itu ada adabnya? Apakah orang itu tidak tahu adabnya? Bukankah dia hidup di dekat Al Azhar?”
Sampai kemudian mereka menemukan kantor Syaikh Muhmmad Abduh di universitas Al Azhar yang lantas mereka membicarakan semua hal yang didapati saat di pelabuhan sampai dengan masjid al Azhar. Mereka memprotes dan mengungkapkan kekecewaanya terhaddap apa yang mereka lihat. "kami berharap mendapatkan cotoh yang riil terhadap islam di mesir ini, tapi sungguh jauh dari yang kami harapkan. Kami hampir tidak menemukan Islam di praktikan disini? Mana Islam yang indah? Islam yang luhur pekerti seperti yang syaikh ajarkan dulu di Paris.? Kenapa didekat masjid Al Azhar ada lelaki benjubah yang kencing sambil berdiri menghadap ke tembok? Kenapa paris yang tidak mengenal ajaran islam justru lebih bersih dan lebih teratur dari pada di kairo? Sesungguhnya apa yang terjadi Syaikh?
Bibir syaikh menjadi kelu, ulama besar itu tidak bisa menjawab peretanyaan muridnya, kedua mata syaikh basah seperti ada kesedihan yang luar biasa didalam hatinya. Dengan menahan isak syaikh mengucapkn kalimat yang kemudian sangat terkenal di seantero dunia yaitu “Al Islamu mahjuubun bil Islami” Islam tertutup oleh umat Islam.[3]
2.      Pembahasan
Dari kisah tersebut banyak pelajaran yang dapat diambil, terkadang ada benarnya ketika umat islam dihadapkan pada kenyataan suasana kehidupan sebagian umat muslim, terlebih banyak diantara mereka yang tidak menghiraukan sama sekali adab yang ada dan telah mereka terima dari guru-guru mereka. Namun terlepas dari itu semua tentulah tidak mungkin terjadi begitu saja, namun setidaknya ada faktor yang menjadikan mereka tidak menghiraukan ajaran Islam dengan cara mengamalkanya sesuai dengan tuntunan. Diantara faktor tersebut yaitu:
1.    Faktor ekologis dan alami
    Kondisi tanah di mana negara-negara Islam berada adalah gersang, atau semi gersang, sehingga penduduknya tidak terkonsentrasi pada suatu kawasan tertentu. Kondisi ekologis ini memaksa mereka untuk bergantung kepada sungai-sungai besar, seperti Nil, Eufrat dan Tigris. Secara agrikultural kondisi ekologis seperti ini menunjukkan kondisi yang miskin. Kondisi ini juga rentan dari sisi pertahanan dari serangan luar. Faktor alam yang cukup penting adalah Pertama, Negara-negara Islam seperti Mesir, Syria, Iraq dan lain-lain mengalami berbagai bencana alam. Antara tahun 1066-1072 di Mesir terjadi paceklik (krisis pangan) disebabkan oleh rusaknya pertanian mereka. Demikian pula di tahun 1347-1349 terjadi wabah penyakit yang mematikan di Mesir, Syria dan Iraq. Kedua, letak geografis yang rentan terhadap serangan musuh. Iraq, Syria, Mesir merupakan target serangan luar yang terus menerus. Sebab letak kawasan itu berada di antara Barat dan Timur dan sewaktu-waktu bisa menjadi terget invasi pihak luar.[4]
Walaupun segala sesuatu yang terjadi di alam raya ini telah tergariskan, namun apakah faktor alam ini kemudian menjadi yang utama atas prilaku umat Islam?. Tentu tidak demikian karena dalam al-Qur’an Allah menerangkan bahwa
Manusia tidak jemu memohon kebaikan, dan jika mereka ditimpa malapetaka dia menjadi putus asa lagi putus harapan(Fussilat: 49)
Putus harapan inilah yang kemudian hadir dalam setiap langkah umat Islam, mereka tidak yakin sepenuhnya bahwa semua itu merupakan ujian dari Allah untuk menguji sejauh mana keimanan mereka. Sehingga mereka berputus asa dan tidak berfikir untuk memperbaiki dan mengembalikan semua masalah pada akarnya. Mereka telah merasa cukup dengan yang mereka miliki yang hal ini justru akan menyesatkan ketika semua menjadi kebiasaan, apalagi kebiasaan tersebut adalah pada sisi gaya hidup seperti kurang menjaga kebersihan, buang sampah sembarangan, bicara tidak sopan dll, yang itu semua timbul karena kebiasaan yang tidak pernah tertegur oleh mereka yang tahu. Padahal kebiasan kecil itulah yang justru membawa kebaikan dan penilaian dari orang lain menjurus pada hal-hal yang sepele seperti kalau kita mau menilai sejauh mana seseorang menjaga kebersihan, maka lihatlah WC dan kamar mandinya.
2.    Faktor eksternal.
   Faktor eksternal yang berperan dalam kajatuhan peradaban Islam adalah Perang Salib, yang terjadi dari 1096 hingga 1270, dan serangan Mongol dari tahun 1220-1300an. “Perang Salib”, menurut Bernard Lewis, “pada dasarnya merupakan pengalaman pertama imperialisme barat yang ekspansionis, yang dimotivasi oleh tujuan materi dengan menggunakan agama sebagai medium psikologisnya.” Sedangkan tentara Mongol menyerang negara-negara Islam di Timur seperti Samarkand, Bukhara dan Khawarizm, dilanjutkan ke Persia (1220-1221). Pada tahun 1258 Mongol berhasil merebut Baghdad dan diikuti dengan serangan ke Syria dan Mesir. Dengan serangan Mongol maka kekhalifahan Abbasiyah berakhir.
3. Faktor internal
Tak dapat dipungkiri umat Islam lebih banyak mencontek bangsa lain (non Muslim) yang lebih maju terutama dalam hal IPTEK dan peradabannya. Mereka yang sering disebut sebagai Negara maju itu menjadi guru yang digugu dan ditiru oleh bangsa-bangsa yang mayoritas Muslim termasuk Indonesia. Bangsa ini yang mayoritas Muslim berguru kepada mereka non Muslim dalam banyak hal. Masyarakat Muslim di dunia harus mengejar ketertinggalan tersebut dengan iman Islam, sementara bangsa yang dianggap maju di dunia ini tidak memiliki iman Islam. Lantas, mengapa umat Islam yang memiliki pedoman hidup di dalam al Quran dan Hadist sampai saat ini belum mampu menandingi kemajuan yang dimiliki negara-negara maju? Apa yang menyebabkan hal itu terjadi?
Keterbelakangan umat islam dalam banyak aspek kehidupan disebabkan keengganan mereka menelaah kitab sucinya sendiri al Quran dan Hadist Nabi sebagai sandaran dalam menumbuh-kembangkan pemahaman tentang ilmu pengetahuan teknologi (IPTEK), kehidupan sosial dan interaksi manusia dan alam. Ribuan ayat-ayat qawliyah menceritakan aspek-aspek IPTEK dan ipoleksosbud (ideologi, politik, ekonomi, sosial dan budaya) sedangkan aspek-aspek ritual keagamaan hanya ratusan ayat banyaknya, namun umat Islam ternyata lebih berkutat pada aspek-aspek yang disebut terakhir ini. Alhasil, ayat-ayat dalam al Quran yang mengkisahkan dan menjelentrehkan  IPTEK dan Ipoleksosbud belumlah menjadi prioritas umat Islam.[5]
Maka sampai kapanpun kondisi ini tetap akan mempengaruhi segala aspek kehidupan umat Islam selagi mereka tidak mau mempelajari kitab mereka baik Al-Qur’an maupun hadits Rasulullah, yang didalamnya terdapat segala unsur kehidupan dan mengatur penghidupan umat islam yang manusiawi. Tidaklah mengherankan bila ketertinggalan umat islam saat ini adalah karena diri mereka sendiri.
Selain itu faktor internal penyebab tertutupnya Islam oleh umat islam adalah adalah fanatisme mahzab.* [6]

3.      Kesimpulan.
Dari uraian diatas jelas bahwa kita sebagai umat islam harus benar-benar memahami, mempelajari dan mengamalkan segala yang diajarkan oleh Rasulullah dalam setiap aspek kehidupan sehingga Agama Islam yang Rahmatan lil ‘alamin tidak sebatas ucapan Kyai dan ustadz ketika ceramah saja namun lebih pada pengamalan oleh masyarakat muslim dengan ketauladanan para ulul amri dan ulul azmi, keduanya harus saling melengkapi terutama dalam aspek pembinaan ruh. Tidak mungkin para Kyai menyuruh umat ini berbuat kebaikan sementara para pemimpin justru menunjukan sikap antipati bahkan cenderung mengijinkan ketika amalan kebaikan itu dilanggar.
Maka marilah kita mulai dengan diri kita, mulai dari yang terkecil dan mulai saat ini.
Wallahu ‘alam bi shawaab


[1] Islam tertutup oleh umat Islam
[2] http://hizbut-tahrir.or.id/2011/11/07/perancis-melarang-drama-anti-islam-tahun-1890-setelah-ada-penentangan-dari-khilafah-utsmani/
[3] Habiburrahman El Syrazzy, Ayat-ayat Cinta 2; Republika 2015
[4] http://hergianiq.blogspot.co.id/2012/11/faktor-penyebab-kemunduran-islam.html
[5] http://old.uin-malang.ac.id:penyebab-umat-islam-tertinggal&catid=35:artikel&Itemid=210
[6] *Dikaji lain waktu

Berita

Menggandeng pengrus FTBM Kabupaten rumah literasi Kampung dongeng mengadakan safari literasi

  Temanggung. Forum taman bacaan masyarakat (FTBM) Kab. Temanggung yang berpusat di rumah literasi kampung dongeng binaan rumah zakat menga...