(Oleh : Muhammad Lukman)
1.
Muqaddimah
Berawal dari kisah
seorang pembaharu Islam kelahiran Mesir pada 1849, yaitu Muhammad Abduh, saat beliau
berdakwah di tengah kota Paris. Waktu itu begitu terkesimanya penduduk Paris
terhadap beliau dan Islam Yang dibawanya. Islam yang menghargai sesama, Islam
yang mencintai kebersihan, Islam yang tiada kekerasan, dan seabrek pujian tentang Islam yang memang begitulah adanya.
Kemudian dengan keikhlasan beliau dalam berdakwah
masyarakan Kota Prancis berduyun-duyun masuk Islam, ide pembaharuan yang beliau
cetuskan sangat sinkron dengan kondisi masyarakat modern pada waktu itu,
terlebih pada masa itu Prancis sedang mengalami gejolak politik, dimana
pertentangan terhadap Islam sangat gencar, yang terbukti dengan diterbitkanya
drama Anti Islam yang berjudul Muhammed
(Muhammad). Namun atas desakan dan
pertentangan dari Khilafah Turky Utsmani kepada Perdana
Menteri Prancis Charles de Freycinet drama tersebut akhirnya dilarang tampil [2].
Dari sini kemudian masyarakat Prancis terutana di kota
Paris merasa penasaran terhadap ajaran Islam sehingga kedatangan Muhammad Abduh
di negeri itu merupakan cahaya pencerah bagi masyarakat Paris, terlebih beliau
mempika lebar pintu Ijtihad yang menurut beliau dengan membuka pintu ijtihad
akan memberi semangat dinamis terhadap perkembangan Islam dalam seluruh
aspeknya.
Lama dakwah di prancis Muhammad abduh kemudian
menerbitkan majalah ‘ Al urwah Al wusqa”
untuk menyadarkan dan menggerakan kaum muslimin di seluruh dunia. Di Paris muhammad Abduh menjelaskan segala keluhuran
dan dan kemuliaan ajaran Islam di tanganya tidak sedikit orang perancis yang
masuk Islam, mereka masuk karena melihat keluhuran dan
keindahan ajaran Islam.
Hingga
satu hari Syeh meninggalkan perancis untuk kembali mengajar di Al Azhar Mesir.
Setelah sekian lama ditinggal sang Syeh, masyarakat perancis kemudian merasa
sangat rindu terhadap sosok guru yang berwibawa
tersebut. Ada diantara mereka yang nekat untuk menemui sang guru menuju Mesir,
mereka melakukam perjalanan darat, lalu perjalanan laut menyeberangi laut
Mediterania. Karena selain ingin berjumpa dengan Syaikh muhammad Abduh
mereka juga berharap menemukan saudara seiman dengan kualitas hidup yang indah
dalam peradaban yang indah pula.
Mereka membayangkan di Mesir Tempat sang guru lahir dan
dibesarkan, tempat Al Azhar berdiri dan ribuan ulama dari waktu ke waktu
menebar ilmu dan berdakwah pastilah sebuah negeri yang sangat Islami dan indah,
kebersihan pasti sangat terjaga melebihi Paris sebab orang mesih sangat hafal
dengan Hadits “Ath thahuru syattrul iman” kebersihan itu separuh dari iman. Pastilah tidak ada orang miskin sebab semua menunaian zakat, dan
gambaran-gambaran lainya yang terbayang indah, dan keindahan itu muncul begitu
saja karena penjelasan Syaikh muhammad Abduh tentang kesempurnaan ajaran Islam.
Tatkala
kapal yang mereka tumpangi merapat ke pelabuhan Port Said, dan para
penumpangpun satu persatu turun, begitu juga dengan murid-murid Syaikh muhammad
Abduh. Tetapi sunguh mereka terkejut ketika turun dari kapal dan menyaksikan
pelabuhan port Said yang begitu semrawut, orang-orang Mesir yang tidak tertib,
kata-katanya yang keras dan kasar, dan kebersihan yang tidak pula dijaga serta
pengemis ada dimana-mana.
Mereka
mencoba menghibur diri, karena sebuah kota pelabuhan bisa dimaklumi dengan
kndisi seperti itu. Mereka lalu melanjutkan perjalanan menuju Kairo, sampai di
kairo mereka begitu kaget dan kecewa, gambaran peradaban Islam nan indah
seperti yang diceritakan syaikh ternyata tidak mereka jumpai. Mereka kecewa
tidak jauh dari masjid Al Azhar mereka menjumpai seorang laki-laki berjubah
yang kencing sambil berdiri menghadap ketembok. “Mana adab-adab islami yang
indah itu? Bukankan buang air kecil itu ada adabnya? Apakah orang itu tidak tahu
adabnya? Bukankah dia hidup di dekat Al Azhar?”
Sampai kemudian mereka menemukan kantor Syaikh Muhmmad
Abduh di universitas Al Azhar yang lantas mereka membicarakan semua hal yang
didapati saat di pelabuhan sampai dengan masjid al Azhar. Mereka memprotes dan mengungkapkan kekecewaanya terhaddap apa yang
mereka lihat. "kami berharap mendapatkan cotoh yang riil terhadap islam di
mesir ini, tapi sungguh jauh dari yang kami harapkan. Kami hampir tidak
menemukan Islam di praktikan disini? Mana Islam yang indah? Islam yang luhur
pekerti seperti yang syaikh ajarkan dulu di Paris.? Kenapa didekat masjid Al
Azhar ada lelaki benjubah yang kencing sambil berdiri menghadap ke tembok?
Kenapa paris yang tidak mengenal ajaran islam justru lebih bersih dan lebih
teratur dari pada di kairo? Sesungguhnya apa yang terjadi Syaikh?
Bibir syaikh menjadi kelu, ulama besar itu tidak bisa
menjawab peretanyaan muridnya, kedua mata syaikh basah seperti ada kesedihan
yang luar biasa didalam hatinya. Dengan
menahan isak syaikh mengucapkn kalimat yang kemudian sangat terkenal di
seantero dunia yaitu “Al Islamu mahjuubun bil Islami” Islam tertutup
oleh umat Islam.[3]
2.
Pembahasan
Dari kisah tersebut banyak pelajaran
yang dapat diambil, terkadang ada benarnya ketika umat islam dihadapkan pada
kenyataan suasana kehidupan sebagian umat muslim, terlebih banyak diantara
mereka yang tidak menghiraukan sama sekali adab yang ada dan telah mereka
terima dari guru-guru mereka. Namun terlepas dari itu semua tentulah tidak
mungkin terjadi begitu saja, namun setidaknya ada faktor yang menjadikan mereka
tidak menghiraukan ajaran Islam dengan cara mengamalkanya sesuai dengan
tuntunan. Diantara faktor tersebut yaitu:
1. Faktor ekologis dan alami
Kondisi
tanah di mana negara-negara Islam berada adalah gersang, atau semi gersang,
sehingga penduduknya tidak terkonsentrasi pada suatu kawasan tertentu. Kondisi
ekologis ini memaksa mereka untuk bergantung kepada sungai-sungai besar,
seperti Nil, Eufrat dan Tigris. Secara agrikultural kondisi ekologis seperti
ini menunjukkan kondisi yang miskin. Kondisi ini juga rentan dari sisi
pertahanan dari serangan luar. Faktor alam yang cukup penting adalah Pertama,
Negara-negara Islam seperti Mesir, Syria, Iraq dan lain-lain mengalami berbagai
bencana alam. Antara tahun 1066-1072 di Mesir terjadi paceklik (krisis pangan)
disebabkan oleh rusaknya pertanian mereka. Demikian pula di tahun 1347-1349
terjadi wabah penyakit yang mematikan di Mesir, Syria dan Iraq. Kedua, letak
geografis yang rentan terhadap serangan musuh. Iraq, Syria, Mesir merupakan
target serangan luar yang terus menerus. Sebab letak kawasan itu berada di
antara Barat dan Timur dan sewaktu-waktu bisa menjadi terget invasi pihak luar.[4]
Walaupun segala sesuatu yang terjadi di alam raya ini telah tergariskan, namun
apakah faktor alam ini kemudian menjadi yang utama atas prilaku umat Islam?.
Tentu tidak demikian karena dalam al-Qur’an Allah menerangkan bahwa
“Manusia tidak jemu memohon kebaikan, dan jika mereka
ditimpa malapetaka dia menjadi putus asa lagi putus harapan” (Fussilat: 49)
Putus harapan inilah yang kemudian
hadir dalam setiap langkah umat Islam, mereka tidak yakin sepenuhnya bahwa
semua itu merupakan ujian dari Allah untuk menguji sejauh mana keimanan mereka.
Sehingga mereka berputus asa dan tidak berfikir untuk memperbaiki dan
mengembalikan semua masalah pada akarnya. Mereka telah merasa cukup dengan yang
mereka miliki yang hal ini justru akan menyesatkan ketika semua menjadi
kebiasaan, apalagi kebiasaan tersebut adalah pada sisi gaya hidup seperti kurang
menjaga kebersihan, buang sampah sembarangan, bicara tidak sopan dll, yang itu
semua timbul karena kebiasaan yang tidak pernah tertegur oleh mereka yang tahu.
Padahal kebiasan kecil itulah yang justru membawa kebaikan dan penilaian dari
orang lain menjurus pada hal-hal yang sepele seperti kalau kita mau menilai
sejauh mana seseorang menjaga kebersihan, maka lihatlah WC dan kamar mandinya.
2.
Faktor eksternal.
Faktor
eksternal yang berperan dalam kajatuhan peradaban Islam adalah Perang Salib, yang
terjadi dari 1096 hingga 1270, dan serangan Mongol dari tahun 1220-1300an.
“Perang Salib”, menurut Bernard Lewis, “pada dasarnya merupakan pengalaman
pertama imperialisme barat yang ekspansionis, yang dimotivasi oleh tujuan
materi dengan menggunakan agama sebagai medium psikologisnya.” Sedangkan
tentara Mongol menyerang negara-negara Islam di Timur seperti Samarkand,
Bukhara dan Khawarizm, dilanjutkan ke Persia (1220-1221). Pada tahun 1258
Mongol berhasil merebut Baghdad dan diikuti dengan serangan ke Syria dan Mesir.
Dengan serangan Mongol maka kekhalifahan Abbasiyah berakhir.
3. Faktor internal
Tak dapat dipungkiri umat Islam
lebih banyak mencontek bangsa lain (non Muslim) yang lebih maju terutama dalam
hal IPTEK dan peradabannya. Mereka yang sering disebut sebagai Negara maju itu
menjadi guru yang digugu dan ditiru oleh bangsa-bangsa yang mayoritas Muslim
termasuk Indonesia. Bangsa ini yang mayoritas Muslim berguru kepada mereka non
Muslim dalam banyak hal. Masyarakat Muslim di dunia harus mengejar ketertinggalan
tersebut dengan iman Islam, sementara bangsa yang dianggap maju di dunia ini
tidak memiliki iman Islam. Lantas, mengapa umat Islam yang memiliki pedoman
hidup di dalam al Quran dan Hadist sampai saat ini belum mampu menandingi
kemajuan yang dimiliki negara-negara maju? Apa yang menyebabkan hal itu
terjadi?
Keterbelakangan
umat islam dalam banyak aspek kehidupan disebabkan keengganan mereka menelaah
kitab sucinya sendiri al Quran dan Hadist Nabi sebagai sandaran dalam
menumbuh-kembangkan pemahaman tentang ilmu pengetahuan teknologi (IPTEK),
kehidupan sosial dan interaksi manusia dan alam. Ribuan ayat-ayat qawliyah menceritakan aspek-aspek IPTEK dan
ipoleksosbud (ideologi, politik, ekonomi, sosial dan budaya) sedangkan
aspek-aspek ritual keagamaan hanya ratusan ayat banyaknya, namun umat Islam
ternyata lebih berkutat pada aspek-aspek yang disebut terakhir ini. Alhasil,
ayat-ayat dalam al Quran yang mengkisahkan dan menjelentrehkan IPTEK dan
Ipoleksosbud belumlah menjadi prioritas umat Islam.[5]
Maka sampai
kapanpun kondisi ini tetap akan mempengaruhi segala aspek kehidupan umat Islam
selagi mereka tidak mau mempelajari kitab mereka baik Al-Qur’an maupun hadits
Rasulullah, yang didalamnya terdapat segala unsur kehidupan dan mengatur
penghidupan umat islam yang manusiawi. Tidaklah mengherankan bila
ketertinggalan umat islam saat ini adalah karena diri mereka sendiri.
Selain itu
faktor internal penyebab tertutupnya Islam oleh umat islam adalah adalah
fanatisme mahzab.* [6]
3.
Kesimpulan.
Dari uraian diatas jelas bahwa kita
sebagai umat islam harus benar-benar memahami, mempelajari dan mengamalkan
segala yang diajarkan oleh Rasulullah dalam setiap aspek kehidupan sehingga
Agama Islam yang Rahmatan lil ‘alamin tidak sebatas ucapan Kyai dan
ustadz ketika ceramah saja namun lebih pada pengamalan oleh masyarakat muslim
dengan ketauladanan para ulul amri dan ulul azmi, keduanya harus saling
melengkapi terutama dalam aspek pembinaan ruh. Tidak mungkin para Kyai menyuruh
umat ini berbuat kebaikan sementara para pemimpin justru menunjukan sikap
antipati bahkan cenderung mengijinkan ketika amalan kebaikan itu dilanggar.
Maka marilah kita mulai dengan diri
kita, mulai dari yang terkecil dan mulai saat ini.
Wallahu ‘alam bi shawaab
[1] Islam tertutup oleh umat
Islam
[2] http://hizbut-tahrir.or.id/2011/11/07/perancis-melarang-drama-anti-islam-tahun-1890-setelah-ada-penentangan-dari-khilafah-utsmani/
[3] Habiburrahman El Syrazzy, Ayat-ayat Cinta
2; Republika 2015
[4]
http://hergianiq.blogspot.co.id/2012/11/faktor-penyebab-kemunduran-islam.html
[5]
http://old.uin-malang.ac.id:penyebab-umat-islam-tertinggal&catid=35:artikel&Itemid=210
[6] *Dikaji lain waktu